Eskalasi di Sweida dimulai setelah anggota bersenjata dari sebuah suku Badui di pedesaan Sweida, sebuah provinsi yang didominasi oleh suku Druze, dilaporkan menyerang dan merampok seorang pemuda Druze di dekat Kota al-Masmiyah, di sepanjang jalan raya Damaskus-Sweida.
Damaskus, Suriah (Xinhua/Indonesia Window) – Jumlah korban tewas akibat bentrokan mematikan pekan ini di Provinsi Sweida, Suriah selatan, bertambah menjadi hampir 600 orang, sementara ketegangan terus berlanjut pada Kamis (17/7) di tengah serangan udara Israel di pinggiran ibu kota Provinsi Sweida, menurut laporan media pemerintah dan sebuah badan pemantau perang.
Menurut kantor berita resmi Suriah, SANA, sebuah pesawat tempur Israel melancarkan serangan udara baru yang menargetkan area sekitar Kota Sweida, sehari setelah serangan Israel menghantam lokasi-lokasi militer dan simbolis negara di Damaskus. Tidak ada korban jiwa yang dilaporkan dari serangan pada Kamis itu.
Eskalasi ini terjadi saat Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (Syrian Observatory for Human Rights) menyebutkan sedikitnya 597 orang telah tewas sejak 13 Juli, ketika pertempuran pecah antara kelompok-kelompok bersenjata lokal Druze dan pasukan pemerintah Suriah, memicu apa yang oleh badan pengawas tersebut digambarkan sebagai salah satu episode paling mematikan dalam
konflik intra-Suriah dalam beberapa tahun terakhir.
Observatorium itu juga menyampaikan peringatan soal krisis kemanusiaan yang semakin memburuk. Keluarga-keluarga Badui Arab terus mengungsi dari berbagai penjuru Sweida di tengah laporan adanya intimidasi, pembalasan sektarian, dan kondisi yang menyerupai pengepungan.
Warga komunitas Druze terlihat di zona penyangga di Dataran Tinggi Golan pada 16 Juli 2025. Israel melancarkan serangkaian serangan udara pada Selasa (15/7) yang menargetkan konvoi pasukan Suriah di dalam dan sekitar Kota Sweida, Suriah selatan, menewaskan dan melukai beberapa personel serta semakin memperparah bentrokan mematikan selama beberapa hari antara faksi-faksi bersenjata lokal Druze, suku Badui, dan pasukan pemerintah sementara Suriah. (Xinhua/Jamal Awad)
Sementara itu, dalam sebuah pernyataan pada Kamis malam waktu setempat, otoritas sementara Suriah mengatakan bahwa militer telah menarik diri dari Sweida sebagai respons atas upaya mediasi Amerika Serikat (AS)-Arab yang bertujuan untuk meredakan kekerasan mematikan tersebut, namun menuding faksi-faksi bersenjata setempat telah melanggar gencatan senjata dan melakukan "kejahatan yang mengerikan" terhadap warga sipil.
Apa yang terjadi setelah penarikan pasukan merupakan "pelanggaran terang-terangan terhadap kesepahaman ini," kata pernyataan itu, seraya menuduh faksi-faksi tersebut melakukan "kampanye kekerasan yang mengerikan" yang mengancam perdamaian sipil dan mendorong negara itu menuju kekacauan dan runtuhnya sistem keamanan.
Pihak otoritas sementara tidak merinci pelanggaran-pelanggaran tersebut. Pernyataan ini disampaikan beberapa jam setelah observatorium itu melaporkan serangkaian eksekusi tanpa pengadilan dan pembalasan sektarian di Sweida, terutama terhadap anggota suku Badui.
Pernyataan itu juga menegaskan kembali janji untuk melindungi seluruh warga Suriah dan menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mendukung upaya-upaya pemulihan stabilitas.
Meski pasukan pemerintah sementara telah ditarik pada Kamis dini hari, situasi di lapangan masih tidak stabil, dengan pengungsian massal dan kekhawatiran akan serangan udara baru Israel memperparah situasi kemanusiaan yang sudah sangat memprihatinkan.
Selain itu, suku-suku Arab dari Provinsi Deir al-Zour dan Suriah utara, serta loyalis pemerintah sementara dari Idlib, dilaporkan telah dimobilisasi untuk membantu suku Badui di Sweida, menambah intensitas situasi di Suriah selatan.
Eskalasi di Sweida dimulai pada Ahad (13/7) setelah anggota bersenjata dari sebuah suku Badui di pedesaan Sweida, sebuah provinsi yang didominasi oleh
suku Druze, dilaporkan menyerang dan merampok seorang pemuda Druze di dekat Kota al-Masmiyah, di sepanjang jalan raya Damaskus-Sweida. Serangan brutal tersebut memicu aksi penculikan balasan, yang kemudian berkembang menjadi bentrokan berskala besar antara pejuang lokal Druze, pasukan pemerintah, dan milisi Badui.
Pada Senin (14/7) dan Rabu (16/7), Israel melancarkan gelombang serangan ke Damaskus dan Sweida, dengan dalih untuk mencegah agar minoritas Druze tidak dirugikan. Namun, serangan-serangan itu menuai kecaman keras dari masyarakat internasional.
Beberapa jam setelah serangan udara Israel pada Rabu, sebuah gencatan senjata yang rapuh antara pemerintah sementara Suriah dan para pemimpin spiritual Druze mulai diberlakukan.
Laporan: Redaksi