Fundraising (penghimpunan dana), marketing (pemasaran), distributing (penyaluran), financing (pengelolaan keuangan), dan empowering (pemberdayaan), merupakan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh lembaga zakat.
Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) –
Lembaga Amil Zakat Solidaritas Insan Peduli (LAZSip) meneyelenggarakan seminar tentang strategi
fundraising (penghimpunan dana) dengan
Coach (pembimbing) Arif Nurhayadi di Rumah Bahagia LAZSip, Cileunhsi, Bogor, Jawa Barat, pada 15 November 2025.
Dalam seminar yang dibuka oleh ketua LAZSip, Muhamad Irfandi Lc., tersebut, Coach Arif Nurhayadi mengungkapkan kegiatan yang harus dilakukan oleh lembaga zakat, yaitu
marketing (pemasaran),
fundraising (penghimpunan dana),
distributing (penyaluran),
financing (pengelolaan keuangan), dan
empowering (pemberdayaan).
Menurut
Coach Arif Nurhayadi, kegiatan marketing (pemasaran) yaitu sosialisasi, memberikan literasi dan edukasi, yang intinya adalah mengenalkan syariat zakat, program zakat dan penyaluran zakat serta hal-hal yang berhubungan dengan lembaga zakat itu sendiri.
“Ini akan menjadi sesuatu yang luar biasa kalau kita banyak melakukan kegiatan tentang literasi dengan publik/masyarakat dan donatur,” kata Coach Arif.
Selanjutnya, Arif yang juga asesor (penguji) zakat Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Syariah itu, menjelaskan tentang aktifitas
fundraising, yaitu menghimpun donasi.
Berdasarkan sejaraha tentang zakat di Indonesia, orang menunaikan zakat itu mayoritasnya karena adanya literasi dan edukasi, sehingga,
fundraising tanpa literasi dan edukasi tentang zakat biasanya kurang berhasil
. “Secara
history, perusahaan, instansi, lembaga, bahkan pimpinan-pimpinan perusahaan mewajibkan karyawannya berzakat karena ada literasi dan edukasi,” kata Arif, seraya menambahkan, jadi para direksinya paham ada kewajiban zakat dan kemudian membuatlah surat keputusan (SK).
Menurut Arif, saat ini ada dua badan usaha milik negara (BUMN) dengan satu surat saja semua karyawan menunaikan zakat, walaupun ada pro dan kontra.
“BUMN Pupuk Kujang Cikampek memiliki baitul mal (lembaga keuangan dalam Islam) dan melaui baitul mal ini, badan usaha tersebut menawarkan karyawannya untuk berzakat, Perusahaan Listrik Negara (PLN) mewajibkan karyawannya untuk menunaikan rukun Islam yang ketiga ini,” ujarnya.
Namun, menurut Arif, para pemimpin perusahaan tersebut harus paham tentang zakat melalui literasi dan edukasi terlebih dahulu sebelum mereka menawarkan atau mewajibkan karyawan mereka untuk berzakat.
“Dan Alhamdulillah di beberapa perusahaan/instansi sudah berjalan. Nah saya yakin di komunitasnya LAZSip juga sama, literasi dan edukasi itu penting, bahwa ada dinamika perbedaan fiqih itu adalah keniscayaan,” jelasnya.
Peserta seminar strategi <em>fundraising</em> (penghimpunan dana) yang diselenggarakan oleh Lembaga Amil Zakat Solidaritas Insan Peduli (LAZSip) di Rumah Bahagia LAZSip, Cileunhsi, Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu (15/11/2025). (Indonesia Window)
“Kami dan teman-teman asesor yang menguji amil-amil zakat sangat memahami adanya perbedaan fiqih. Contohnya, ada satu oraganisasi masyarakat (ormas) di Indonesia yang tidak mengenal zakat profesi,” katanya.
Karena di pemerintahan dalam hal ini Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ada istilah zakat profesi, maka para asesor tersebut menggunakan istilah yang ada di Baznas dan MUI.
“Tetapi ketika kami menguji amil yang memang di lembaganya tidak ada zakat profesi, maka kami menganulir soal itu, jadi tidak menjadikan soal itu yang harus diujikan, karana lembaganya berdasarkan dewan pengawas syariahnya itu tidak diakui adanya zakat profesi.
Menurut Arif, ini hanyalah masalah cabang zakat. “Secara umum itu zakat, tapi ada cabangnya yaitu zakat profesi dan zakat penghasilan. Di di lembaga tersebut ada zakat penghasilan yang dibayarkan secara tahunan. Sementara, mereka yang memiliki zakat profesi, zakatnya ditunaikan bulanan,” jelasnya.
Pemahaman fiqih ini menjadi penting, maka Arif menyarankan lembaga zakat seharusnya melaukuan literasi dan edukasi yang berkelanjutan tentang fiqih zakat.
Dia juga mengamati unggahan (postingan) sosial media yang lebih banyak membahas riba, tapi masalah zakat ini relatif belum begitu banyak. “Kalau dihitung tingkat
postingan, unggahan tentang riba lebih banyak dibandingkan hal yang terkait dengan zakat.
“Tapi ini (
postingan zakat) sudah naik, buktinya kita lihat target capaian kita untuk zakat secara nasional 13 triliun rupiah untuk 2025, termasuk yang dihimpun oleh LAZSip, tapi yang terhimpun pada 2024 sebesar sembilan triliun rupiah. Hal ini menggambarkan bahwa jumlah tersebut masih sedikit padahal potensinya 327 triliun rupiah (menurut Baznas),” ungkap Arif.
Baznas melakukan pengumpulan data semua lembaga zakat yang legal yang wajib melaporkan setiap enam bulan.
“Kembali pada bisnis prosesnya. Setelah menghimpun
(fundraising) dengan berbagai cara, LAZSip memiliki segmentasi tentang siapa yang menjadi sasaran kita. Kalau kita menyasar segmen karyawan, maka caranya berbeda dengan menyasar segmen pengusaha.
“Beberapa waktu lalu saya mengamati sekolah Islam (SMA) di Solo, bahwa potensi ZISnya kalau dianggap 100 persen itu senilai sembilan miliar rupiah setahun, dengan jumlah muridnya hampir 1000 orang. Potensi yang optimis kita gali, ada 4,5 miliar, dan potensi realistisnya 2,25 miliar. Bisa dibayangkan satu sekolah potensinya sebesar itu,” katanya.
“Dengan metode menghitung zakat, yang baru dari orang tua
existing. Di data pemerintah itu ada yang namanya daftar peserta didik. Di situ ada daftar orang tua, ayah, pendapatan ayah, pendapatan bunda. Di situ ada raise rangenya. Kabar baiknya di sekolah yang kami review potensinya bukan raise tapi penghasilan riilnya,” katanya lagi.
Kemudian setelah diakumulasi dan kemudian diambil potensi 50 persennya ketemulah 4,5 miliar rupiah yang masih disaring lagi ketemulah 2,25 miliar rupiah. Artinya di SMA itu, dalam satu tahun ada dana yang mengendap dan tidak dioptimalkan potensinya senilai 2,25 miliar rupiah.
Lebih lanjut Arif menjelaskan cara mengaktifkan potensi tersebut salah satunya dengan literasi dan edukasi. “Kita jangan terjebak pada perbedaan fiqih kalau kita masih heterogen. Tapi kalau sudah homogen, sudah satu pemahaman akan lebih mudah,” imbuhnya.
“Kalau masih heterogen, kita gunakan fiqih-fiqih zakat yang mereka pakai saja sampai kita mengadakan edukasi sebagaimana fiqih-fiqih yang digunakan di dewan pengawas syariah (DPS) nya LAZSip. Kebiasaan di luar, karena adanya perbedaan fiqih zakat akhirnya potensinya tidak tergali,” Arif menegaskan.
Menurut Arif yang juga trainer (pengajar/pelatih) di Sekolah Amil Indonesia itu, ada tiga istilah dalam fiqih zakat. Pertama adalah nishab, yang kedua adalah haul dan yang ketiga adalah tarikh.
“Nah ini menjadi parameter, sementara sadaqah dan infaq tidak ada yang namanya nishab. Orang punya penghasilan berapapun boleh bersadaqah, tapi kalau pembayaran zakat minimal 2,5 persen dari penghasilannya,” katanya.
Kemudian zakat itu wajib disalurkan melalui amil zakat yaitu orang-orang yang ditugaskan untuk mengelola zakat, dan kalau tidak melalui amil itu disebut infaq atau sadaqah, dia menerangkan.
Kalau di LAZSip sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang negara Indonesia, pembayaran zakat itu melalui ormas atau yayasan. Mereka dibuatkan surat dari pemerintah berupa surat keputusan (SK), kemudian melalui SK itu ditunjuklah siapa pengelola-pengelolanya.
Pemimpin-pemimpin di LAZSip adalah mereka yang mendapatkan surat dari yayasan dan yayasannya sudah legal sebagai pengutip zakat versi negara.
“Saya ingin menggambarkan bahwa sangat beda antara zakat dan infaq atau sadaqah. Dinamika perbedaan di masyarakat ini jangan menjadi
concern (perhatian) kita.
Concern kita adalah kalau seseorang memang secara nishab hitungannya sudah wajib zakat, maka sadarkan wajib zakatnya, kemudian perbedaan fiqihnya kita diskusikan,” jelasnya.
Dalam pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI),
maqashid (maksud dan tujuan) syariah zakat itu salah satunya adalah untuk mustahik (penerima zakat).
“Hari ini para asatidz (guru) mencermati media sosial. Yang sedang ramai dibicarakan adalah zakat penghasilan dan zakat profesi karena harga emas lebih tinggi (2,4 juta rupiah – 2,5 juta rupiah per gram).
Arif mengungkapkan, Baznas menetapkan nishab zakat itu masih di sekitar satu juta rupiah per gram. Hampir satu tahun lebih berdinamika tentang hal ini tapi belum ada jawaban.
“Tapi saya memahami begini. Kita menyepakati bahwa nishabnya pakai emas. Pertanyaannya, kalau bicara maqashid syariahnya dalam konteks hanya untuk muzaki, ini tidak ada masalah karena dengan kenaikan harga emas, maka muzaki belum wajib membayar zakat karena belum sampai nishabnya. Sementara pendapatan mustahik meningkat,” katanya.
Maka, menurut
coach tersebut, untuk mengatasi hal itu, carilah harga emas yang satu jutaan, dan itu masih ada dipasaran.
Oleh karena itu, dia menyarankan agar LAZSip melakukan literasi dan edukasi dengan memperbanyak forum-forum bersama verifikator dan mitra tentang pemahaman fiqih yang langsung dipimpin oleh Dewan Pengawas Syariahnya.
Setelah uang zakat diterima, maka, berdasarkan Surat At Taubah ayat 105, 'tariklah/pungutlah dari sebagian harta mereka.' Dua keutamaan orang menunaikan zakat ini harus terus disuarakan.
“Jadi orang yang menunaikan zakat itu Allah jamin rizkinya, hartanya bersih, jiwanya bersih. Salah satu ciri orang yang jiwanya bersih/suci itu adalah hatinya semakin terikat dengan Rabb-nya,” tuturnya.
Menurut Arif, profesi amil bukan sekedar mengutip zakat, tapi mereka sedang membangun peradaban. “Karenanya perkara perbedaan fiqih dan mahzab dalam skala mikro jangan menjadi
concern kita, dan dalam skala makro mereka sedang membangun peradaban,” katanya.
Apabila ingin menggali potensi zakat, lanjut Arif, orang-orang yang bekerja di pemrograman harus menyiapkan zakat yang pada satu saat ketika penghimpunannya banyak, dan mereka mendesain dengan cara yang baik, lembaga-lembag zakat akan lebih terjaga, karena mereka diaudit sampai tiga kali.
Pertama audit internal yang didisain untuk memitigasi supaya tidak ada yang
fraud (bermasalah) baik di tingkat verifikator, pengelola harian termasuk bagian distribusi dan penghimpunan, serta majemen.
“Yang kedua adalah audit akuntan publk, yaitu audit independen, dan ini kita yang bayar. Keuntungannya ini adalah mitigasi yang kedua. Saya bertahun-tahun mengikuti perkembangan audit lembaga zakat, setiap tahun pasti ada temuan,” ungkapnya.
Tapi, menurut Arif, temuan-temuannya minor, oleh auditornya dijaga agar tidak menjadi mayor, karena kalau sudah mayor berarti bermasalah. Tugas auditor KAP (Kantor Akuntan Publik) itu menyempurnakan sistem agar tahun depan tidak ada temuan lagi.
“Yang ketiga adalah auditor syariah yang membuka lagi hasil audit KAP. Tapi kebanyakan yang menjadi auditor syariah tidak punya kompetensi dibidang syariah, maka hal ini disebut audit KAP jilid dua oleh Inspektur Jenderal Kementerian Agama,” ungkapnya.
Di lembaga-lembaga yang sudah
advance (maju), ada yang namanya audit kinerja, bahkan tersedia ISO (International Organization for Standardization), yaitu bagian dari audit manajemen terkait dengan sistem operasional yang ada di lembaga.
Ada satu pengamanan yang harus dimiliki oleh lembaga zakat, bagaimana caranya
fundraiser (orang yang menghimpun zakat dan menyalurkannya) aman dan dijaga oleh sistem.
Harus ada SOP
(Standard Operating Procedure) untuk mengatur mekanisme berapa jangka waktu amil diperbolehkan memegang dana titipan pada
fundraising, atau
fundraiser menyimpan dana zakat. “Caranya yaitu, satu kali dalam 24 jam harus dilaporkan,” kata Arif.
Verifikator atau bagian yang menjemput donasi (fundraising) idealnya punya sistem dengan menggunakan alat pembayaran dengan teknologi mutakhir (printer portable).
Cara agar amil tetap istiqomah, menurut Arif, ada tiga. Pertama standar upah yang layak, kompensasi/
benefit/kafalah untuk para amilnya. Yang kedua adalah kompetensi amil, yaitu
skill (keterampilan),
knowledge (pengetahuan), dan
attitude (perilaku) yang harus dikembangkan (karena kita bukan keluaran syariah semua), jadi tentang fiqih, tentang strategi harus terus dikembangkan. Maka munculah kurikulum pembinaan untuk karyawan.
Yang ketiga adalah semua amil harus di-
challenge (ditantang) untuk tumbuh dan berkembang dengan kompetensinya tersebut.
PenyaluranAda dua penyaluran di lembaga zakat yaitu penyaluran karitas (uang atau barang) yang langsung habis, dan pemberdayaan yang sifatnya berkelanjutan.
Dalam peraturan terbaru pemerintah hari ini, ada kewajiban lembaga zakat melakukan pemberdayaan dan berlanjut secara bertahap.
Ada lima tahapan atau segmen dalam menghimpun dana zakat (fundraising) secara besar. Pertama jumlah dai. “Ustadz/ustadzah yang ada di lapangan harus terdeteksi jumlahnya dan keaktifannya, serta mereka memiliki kafalah yang dibutuhkan oleh masyarakat.
“Jadi bukan hanya punya kemampuan syar’i tapi juga punya kemampuan merawat jamaahnya supaya tumbuh dan berkembang bersama,” kata
coach Arif.
Yang kedua yaitu lembaga zakat
homebase-nya (tempat utama suatu kegiatan) adalah masjid. Arif mencontohkan, lembaga zakat yang yang pertama ada di Surabaya – Al Fallah - , Dompet Dhuafa dari perusahaan (Republika), dan Kampus ITB (Masjid Salman).
Jadi sumber inspirasi gerakan zakat itu dari masjid. Banyaknya masjid yang merupakan bagian dari dakwahnya LAZSip menjadi penting, karena masjid tempat pertumbuhan binaannya.
Yang ketiga, adalah sekolah. Ada yang sifatnya eksklusif dan umum dan ini yang menjadi salah satu bagian yang perlu kita perhatikan. Yang keempat adalah majelis taklim, berapa majelis taklim yang dibina, bagaimana pertumbuhannya yang akan menunjukan pertumbuhan lembaganya.
“Bisa juga dengan pengelola pasar yang akan menggalang donasi
(fundraising
) dengan bank keliling, amil keliling. Di pabrik dengan karyawan yang punya
circle (kelompok) dengan membagikan kupon, pilihannya bernilai seribu rupiah dan dua ribu rupiah saja yang disebarkan oleh ralawan yang menjadi karyawan di pabrik sambil menawarkan program melalui brosur-brosur mengenai kajian akbar atau program zakat.
“Ini adalah salah satu terobosan yang
simple (sederhana) untuk melihat potensi-potensi dana zakat, tapi harus menggunakan data,” ujar Arif.
Laporan: Redaksi