Hamas akan membebaskan sandera keturunan Israel-Amerika Serikat (AS), Edan Alexander, dan menyerahkan jasad empat sandera lainnya.
Gaza, Palestina (Xinhua/Indonesia Window) –
Hamas pada Jumat (14/3) menyebut pihaknya telah memberikan persetujuan kepada para mediator untuk membebaskan sandera keturunan Israel-Amerika Serikat (AS), Edan Alexander, dan menyerahkan jasad empat sandera lainnya.
Melalui sebuah pernyataan, kelompok itu mengatakan bahwa delegasi kepemimpinannya, yang menerima proposal dari para mediator pada Kamis (13/3) untuk melanjutkan negosiasi, telah menyerahkan tanggapan pada Jumat pagi waktu setempat. Tanggapan tersebut termasuk persetujuannya untuk membebaskan Alexander, yang berkewarganegaraan AS, dan mengembalikan empat jenazah lain yang berkewarganegaraan ganda.
"Gerakan ini (Hamas) menegaskan kesiapannya untuk memulai negosiasi dan mencapai kesepakatan komprehensif tentang isu-isu tahap kedua (dari kesepakatan perdamaian Gaza), yang menyerukan agar penjajah (Israel) melaksanakan kewajibannya secara penuh," urai pernyataan itu.
Pengumuman tersebut disampaikan menyusul pertemuan sebelumnya pada bulan ini antara para pemimpin Hamas dan tim negosiator sandera AS, yang dilaporkan berfokus pada pembebasan Alexander.
Keluarga Karam Haloub menyantap makanan di Beit Lahia, Jalur Gaza utara, pada 3 Maret 2025. Karam Haloub (39) bersikeras tinggal bersama istri dan lima anaknya di rumah mereka sendiri di Kota Beit Lahia selama 14 bulan pertama sejak pecahnya konflik antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023. Namun, keluarga tersebut terpaksa mengungsi saat operasi militer Israel diluncurkan pada Desember 2024, dan harus tinggal di sebuah tenda di Gaza City. Mereka kembali ke Kota Beit Lahia menyusul deklarasi gencatan senjata Gaza, tetapi mendapati tempat tinggal mereka hancur akibat serangan Israel. Kini, keluarga tersebut harus bertahan hidup di tenda sementara di samping reruntuhan rumah mereka di tengah kondisi yang sulit. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)
Kesepakatan gencatan senjata dicapai pada Januari untuk mengakhiri konflik di Gaza. Selama fase awal enam pekan, sejumlah sandera telah dibebaskan, dan Israel memfasilitasi bantuan kemanusiaan serta pemulangan kembali warga Palestina yang mengungsi.
Meski demikian, kedua belah pihak gagal menyepakati kesepakatan tahap kedua ketika tahap pertama berakhir pada 1 Maret, yang berujung pada penangguhan pertukaran tawanan-sandera dan terhentinya aliran bantuan ke Gaza. Pada 9 Maret, Menteri Energi Israel Eli Cohen memerintahkan untuk
memutus pasokan listrik Israel ke Gaza, yang menimbulkan keprihatinan dan menuai kecaman di seluruh Timur Tengah.
Laporan: Redaksi