Kabinet Lebanon menyetujui rencana militer untuk melucuti senjata Hizbullah dan menempatkan semua penggunaan senjata di bawah kendali negara.
Beirut, Lebanon (Xinhua/Indonesia Window) – Kabinet
Lebanon pada Jumat (5/9) menyetujui rencana militer untuk melucuti senjata Hizbullah dan menempatkan semua penggunaan senjata di bawah kendali negara. Lima menteri Hizbullah dan Amal melakukan aksi mogok kerja sebagai bentuk protes, sementara para pendukung Hizbullah menyerukan aksi demonstrasi besar-besaran.
Mengapa Lebanon berupaya melucuti senjata Hizbullah? Bagaimana reaksi berbagai pihak yang berbeda pandangan? Apa yang mungkin terjadi selanjutnya?
Mengapa harus melucuti senjata Hizbullah?Hizbullah, sebuah kelompok politik dan militer Syiah di Lebanon, muncul setelah invasi Israel ke negara itu pada 1982.
Setelah pecahnya putaran konflik terbaru antara Israel dan Palestina pada Oktober 2023, Hizbullah terlibat konflik dengan Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap Hamas. Kesepakatan gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel sempat tercapai pada November 2024, namun Israel mempertahankan pasukan di lima posisi di Lebanon selatan dan melanjutkan serangan udara terhadap apa yang diklaimnya sebagai target Hizbullah.
Sejak awal tahun ini, Washington telah meningkatkan tekanan terhadap Beirut untuk membubarkan sayap bersenjata Hizbullah dalam jangka waktu tertentu. Mereka memperingatkan Lebanon bahwa kegagalan dalam mematuhi instruksi ini akan memicu berlanjutnya operasi militer Israel, risiko eskalasi, dan hilangnya bantuan asing yang sangat dibutuhkan.
Pada Juni, utusan Amerika Serikat (AS) Tom Barrack mengunjungi Lebanon dan menyampaikan proposal AS mengenai pelucutan senjata Hizbullah. Sebagai imbalannya, Washington akan mendesak Israel untuk menghentikan serangannya dan menarik pasukan secara bertahap, sembari memobilisasi dana asing untuk rekonstruksi Lebanon.
Adnan Bourji, direktur Pusat Studi Nasional Lebanon, mengatakan AS dan Israel memiliki tujuan yang sama untuk melemahkan Hizbullah, yang mereka lihat sebagai sekutu Iran dan pemain penting dalam poros anti-AS dan anti-Israel di kawasan tersebut.
ReaksiPemerintah Lebanon telah sepakat untuk menyita senjata Hizbullah, tetapi menekankan tuntutannya agar Israel terlebih dahulu menghentikan pelanggarannya terhadap kedaulatan Lebanon dan menarik pasukannya dari negara itu.
Pada 31 Juli, Presiden Lebanon Joseph Aoun mengumumkan bahwa pemerintah akan mewajibkan Hizbullah dan kelompok-kelompok bersenjata lainnya untuk menyerahkan senjata mereka di bawah kendali negara. Pada 5 Agustus, Perdana Menteri Lebanon Nawaf Salam mengatakan militer telah ditugaskan untuk menyiapkan rencana pada akhir Agustus guna memastikan semua senjata sudah berada di bawah kendali negara pada akhir tahun.
Hizbullah dengan tegas menolak pelucutan senjata, bersikeras bahwa persenjataannya tetap penting bagi kedaulatan dan pertahanan Lebanon. Pemimpin Hizbullah Sheikh Naim Qassem menyebutnya "keputusan tidak sah yang dibuat di bawah perintah AS dan Israel."
"Perlawanan tidak akan menyerahkan senjatanya selama agresi terus berlanjut dan pendudukan masih berlangsung, dan akan berjuang jika perlu untuk melawan proyek AS-Israel ini, apa pun konsekuensinya," kata Qassem memperingatkan.
Israel memuji langkah Lebanon. Dalam sebuah pernyataan pada 25 Agustus, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan akan mempertimbangkan "langkah-langkah timbal balik," termasuk pengurangan bertahap kehadiran militernya di Lebanon selatan, yang dikoordinasikan dengan mekanisme keamanan yang dipimpin AS, jika tentara Lebanon memberlakukan pelucutan senjata terhadap Hizbullah.
Seorang pejabat senior Hizbullah memperingatkan bahwa kelompok itu akan memobilisasi para pendukung jika pemerintah bersikeras untuk memperkuat rencana pelucutan senjata.
Setelah rapat kabinet pada Jumat, Menteri Informasi Lebanon Paul Morcos mengatakan bahwa para menteri menyetujui usulan pihak militer namun memutuskan untuk merahasiakan rinciannya.
Morcos menambahkan, militer akan mulai melaksanakan rencana tersebut dengan sumber daya logistik, keuangan, dan personel yang tersedia, dan akan menyerahkan laporan kemajuan bulanan kepada kabinet.
Para analis meragukan pelucutan senjata akan berjalan mulus. Analis politik Lebanon Youssef Diab mengatakan Hizbullah memandang pelucutan senjata sebagai upaya untuk melucuti kekuatan politik kelompok itu, sehingga dianggap sebagai persoalan yang menyangkut kelangsungan hidup kelompok tersebut.
Sejumlah analis memperingatkan bahwa tekanan AS dapat mendorong pemerintah Lebanon ke dalam konfrontasi dengan Hizbullah, menyebut pendekatan garis keras hanya akan memperdalam perpecahan politik dan memicu kemarahan di kalangan komunitas Syiah, sementara tentara Lebanon tidak memiliki kapasitas untuk melucuti senjata kelompok itu secara paksa.
The National, surat kabar berbahasa Inggris di Uni Emirat Arab, mengutip seorang narasumber politik Lebanon yang mengatakan bahwa perwira tinggi militer tampaknya enggan menetapkan jadwal pelucutan senjata. Hal ini disebabkan oleh perpecahan internal di Lebanon terkait masalah tersebut, serta belum adanya komitmen tegas dari Israel untuk menarik pasukannya dan menghentikan pelanggaran.
Beberapa analis mengatakan banyak orang di Lebanon selatan tidak melihat AS sebagai perantara yang jujur atau yang benar-benar memperjuangkan kepentingan Lebanon, setelah menyaksikan dukungan AS terhadap Israel dalam konflik di Jalur Gaza serta pendudukan wilayah Lebanon.
Laporan: Redaksi