Kerusakan daerah aliran sungai, sistem drainase yang tidak memadai, dan perubahan penggunaan lahan turut memperparah dampak kerusakan.
Bangkok/Jakarta/Kolombo, Thailand/Indonesia/Sri Lanka (Xinhua/Indonesia Window) – Beberapa wilayah di
Asia Selatan dan Asia Tenggara mengalami banjir terparah dalam beberapa tahun terakhir akibat hujan deras berkepanjangan yang disertai siklon tropis, dengan Indonesia, Sri Lanka, dan Thailand melaporkan total korban jiwa melampaui 1.400 orang, dan hampir 900 orang masih dinyatakan hilang.
Kerentanan yang disebabkan oleh ulah manusia diyakini telah memperparah dampak kerusakan yang diakibatkan banjir terlepas dari curah hujan terbilang tinggi. Hal ini mendorong para pakar untuk menyerukan penguatan sistem peringatan dini, fasilitas penampungan, dan rencana mitigasi bencana.
Korban jiwaHingga Jumat (5/12), 867 orang tewas dan 521 lainnya dinyatakan hilang akibat banjir dan tanah longsor yang terjadi di provinsi Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh.
Di Sri Lanka, jumlah korban tewas akibat cuaca ekstrem yang dipicu oleh Siklon Ditwah bertambah menjadi 479 orang, dengan 350 orang lainnya masih dinyatakan hilang, sementara lebih dari 1,6 juta orang dari 455.405 keluarga terdampak di seluruh negeri.
Thailand mengalami hujan lebat yang belum pernah terjadi dalam berabad-abad di Distrik Hat Yai, Provinsi Songkhla, dengan gambar satelit menunjukkan bahwa distrik tersebut sempat terendam banjir setinggi 2 hingga 3 meter. Hingga Selasa (2/12), banjir tersebut telah menelan 180 korban jiwa di negara tersebut, dengan 142 di antaranya berada di Hat Yai.
Di Indonesia dan Sri Lanka, jalan-jalan yang terendam banjir dan jembatan-jembatan yang putus telah memotong akses ke desa-desa terpencil, dengan cuaca buruk memperparah situasi. Di Thailand, kerugian materi akibat bencana ini diperkirakan mencapai sekitar 40 miliar baht.
*1 baht = 519 rupiah
Saat ini, Asia mengalami pemanasan hampir dua kali lipat lebih cepat dibandingkan rata-rata global, memicu cuaca ekstrem yang lebih sering dan menimbulkan dampak besar bagi perekonomian, ekosistem, dan masyarakat di kawasan itu, menurut Organisasi Meteorologi Dunia.
Bantuan Dalam pidatonya kepada masyarakat pada Ahad (30/11) malam waktu setempat, Presiden Sri Lanka Anura Kumara Dissanayake menyerukan
solidaritas internasional. Sementara itu, pihak berwenang Indonesia juga melaporkan kelangkaan bahan bakar dan keterbatasan akses transportasi, yang terus menghambat upaya evakuasi.
Bantuan mulai datang dari berbagai pihak untuk mendukung negara-negara yang terdampak banjir, yang masih kesulitan memulai proses pembersihan dan rekonstruksi.
Bank Pembangunan Asia telah menyetujui hibah bantuan bencana senilai 3 juta dolar AS untuk Sri Lanka guna mendukung operasi darurat.
Pemerintah China telah menyampaikan belasungkawa atas banjir dahsyat yang melanda wilayah tersebut. Atas permintaan Colombo, China memutuskan untuk memberikan bantuan kemanusiaan darurat kepada Sri Lanka, termasuk bantuan berupa uang tunai dan pasokan seperti jaket pelampung, tenda, selimut, dan seprai.
Palang Merah China telah memberikan bantuan uang tunai darurat kepada Palang Merah Sri Lanka, sementara perusahaan-perusahaan dan kelompok komunitas China di Sri Lanka juga turut memberikan bantuan.
Sementara itu, kelompok komunitas dan perusahaan China di Thailand telah menggalang dana dan pasokan untuk membantu upaya tanggap darurat, dengan Kamar Dagang Zhejiang di Thailand menyalurkan sejumlah bantuan berupa barang kebutuhan maupun uang tunai ke daerah-daerah yang terdampak.
Sistem alarm berbunyiJazaul Ikhsan, dosen teknik sipil di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, mengatakan bahwa rentetan insiden banjir ini, yang terjadi hampir bersamaan, merupakan hasil dari kombinasi cuaca ekstrem dan intervensi manusia melalui perencanaan ruang yang tidak adaptif.
Hujan lebat memang menjadi pemicu awal, tetapi kerusakan pada daerah aliran sungai, sistem drainase yang tidak memadai, dan perubahan penggunaan lahan turut memperparah dampak kerusakan. Beberapa indikator teknis menunjukkan bahwa infrastruktur pengendalian banjir tidak memadai untuk kondisi iklim saat ini, kata Ikhsan.
Hijrah Saputra, dosen manajemen bencana di Universitas Airlangga Indonesia, mengungkapkan bahwa sistem peringatan dini belum menjangkau desa-desa terpencil, perencanaan ruang belum teratur, dan rehabilitasi lingkungan masih bersifat sporadis.
"Jika kita ingin mencegah jatuhnya banyak korban di masa depan, maka ketahanan harus dibangun melalui perencanaan ruang, ekologi daerah aliran sungai, dan sistem peringatan dini yang terintegrasi secara regional," katanya.
Hingga saat ini, belum cukup tersedia pelatihan publik atau panduan yang tepat untuk membantu masyarakat memahami cara melaksanakan rencana darurat, menurut Pakar lingkungan dan kesehatan Thailand Sonthi Kotchawat.
Sayangnya, peringatan akan potensi banjir diumumkan terlambat, ujar seorang ilmuwan dari Universitas Kasetsart Thailand dalam sebuah artikel yang diterbitkan di media lokal.
"Setiap November, provinsi-provinsi di wilayah selatan Thailand kerap mengalami bencana yang familiar... Apa yang belum dimiliki Thailand adalah 'jembatan', dari apa yang dilihat para ilmuwan pada Juli hingga apa yang dibutuhkan para kepala distrik pada September," tulisnya.
Laporan: Redaksi