Perekonomian berkembang diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,3 persen, jauh lebih cepat dibandingkan dengan perekonomian maju.
Jenewa, Swiss (Xinhua/Indonesia Window) – Pertumbuhan global diperkirakan akan melambat menjadi 2,6 persen pada 2025, turun dari 2,9 persen pada 2024, akibat tekanan yang semakin besar dari volatilitas keuangan serta
ketidakpastian geopolitik yang dihadapi oleh perdagangan dan investasi global, demikian disampaikan oleh Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) dalam laporan yang dirilis pada Selasa (2/12).
Laporan Perdagangan dan Pembangunan
UNCTAD 2025 menunjukkan bahwa pergeseran di pasar keuangan memengaruhi perdagangan global hampir sama kuatnya dengan aktivitas ekonomi riil, yang mempengaruhi prospek pembangunan di seluruh dunia, ungkap badan perdagangan PBB tersebut.
Laporan itu menyebutkan bahwa meskipun ada potensi keuntungan dari teknologi baru seperti kecerdasan buatan, pertumbuhan global diperkirakan tetap moderat pada 2026, sebesar 2,6 persen.
UNCTAD menyatakan bahwa proyeksinya didasarkan pada agregat pertumbuhan global menggunakan bobot kurs pasar (market exchange rate/MER) daripada bobot paritas daya beli (purchasing power parity/PPP) yang digunakan oleh OECD, dengan yang terakhir menghasilkan perkiraan pertumbuhan global yang lebih tinggi. Pada hari yang sama, OECD memprediksi bahwa pertumbuhan PDB global akan melambat dari 3,2 persen pada 2025 menjadi 2,9 persen pada 2026.
Sekretaris Jenderal UNCTAD Rebeca Grynspan mengatakan bahwa temuan tersebut menunjukkan bagaimana kondisi keuangan semakin menentukan arah perdagangan global. "Perdagangan bukan hanya rantai pasokan. Ini juga merupakan rantai kredit, sistem pembayaran, pasar mata uang, dan aliran modal," katanya.
Laporan itu juga menyebutkan bahwa perekonomian berkembang diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,3 persen, jauh lebih cepat dibandingkan dengan perekonomian maju.
Namun, faktor-faktor seperti biaya pendanaan yang lebih tinggi, paparan yang lebih besar terhadap pergeseran mendadak dalam aliran modal, dan risiko keuangan terkait iklim yang meningkat, kian membatasi ruang fiskal dan investasi yang dibutuhkan oleh perekonomian berkembang untuk mempertahankan pertumbuhan.
Laporan: Redaksi