Kesepakatan iklim COP29 mencakup sejumlah keputusan mengenai Sasaran Kuantifikasi Kolektif Baru (New Collective Quantified Goal/NCQG) untuk pendanaan iklim dan isu-isu yang terkait dengan mekanisme pasar karbon global di bawah Pasal 6 Perjanjian Paris.

Baku, Azerbaijan (Xinhua/Indonesia Window) – Sebuah paket kesepakatan iklim dicapai pada Ahad (24/11) pagi dalam sesi ke-29 Konferensi Para Pihak dalam Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (COP29).

Kesepakatan itu mencakup sejumlah keputusan mengenai Sasaran Kuantifikasi Kolektif Baru (New Collective Quantified Goal/NCQG) untuk pendanaan iklim dan isu-isu yang terkait dengan mekanisme pasar karbon global di bawah Pasal 6 Perjanjian Paris.

Kesepakatan itu menetapkan target-target pendanaan iklim pasca-2025, termasuk pendanaan tahunan sebesar sedikitnya 300 miliar dolar AS dari negara-negara maju dan target pendanaan iklim yang lebih luas, yakni sedikitnya 1,3 triliun dolar AS per tahun pada 2035 untuk mendukung aksi iklim di negara-negara berkembang.

Pengaturan ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi negara-negara berkembang untuk melaksanakan aksi iklim dan mengajukan putaran baru kontribusi yang ditentukan secara nasional pada tahun depan.

Hampir 200 pihak juga berhasil memecahkan kebuntuan selama bertahun-tahun terkait negosiasi multilateral, lewat pencapaian konsensus mengenai mekanisme pasar karbon internasional di bawah Pasal 6 Perjanjian Paris. Hal ini menandai rampungnya aturan penerapan mekanisme pasar itu di bawah Pasal 6 dan menyelesaikan isu terakhir yang tertunda dalam Perjanjian Paris.

Selain itu, konferensi tersebut juga mencapai keputusan dalam berbagai isu, termasuk mekanisme perdagangan karbon, implementasi hasil-hasil Global Stocktake, program kerja mitigasi, dan tujuan adaptasi global.

Dalam pidatonya di sesi pleno penutupan, Kepala Delegasi China sekaligus Wakil Menteri Ekologi dan Lingkungan Hidup China Zhao Yingmin menyoroti bahwa tahun ini menandai 30 tahun berlakunya Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC). Selama 30 tahun terakhir, proses tata kelola iklim di bawah konvensi itu telah menghadapi berbagai tantangan namun terus melangkah maju secara konsisten.

Zhao menekankan bahwa umat manusia merupakan komunitas dengan masa depan bersama, dan dalam menghadapi krisis iklim, persatuan dan kolaborasi merupakan satu-satunya jalan yang dapat ditempuh.

Zhao juga menyatakan bahwa dokumen hasil terkait NCQG mengungkapkan komitmen keuangan negara-negara maju masih belum memadai untuk memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang, dan kewajiban keuangan mereka harus diklarifikasi lebih lanjut.

Dia menambahkan bahwa mengatasi krisis iklim global harus berpegang pada prinsip "tanggung jawab bersama namun berbeda-beda," menjunjung tinggi multilateralisme, dan bekerja sama demi keuntungan bersama.

Zhao menegaskan kembali bahwa China, sebagai negara berkembang besar yang bertanggung jawab, akan teguh mendorong proses multilateral dan kerja sama internasional terkait perubahan iklim, terlepas dari perkembangan lanskap global.

China akan terus menerapkan strategi nasionalnya untuk secara aktif mengatasi perubahan iklim, mewujudkan target puncak dan netralitas karbonnya, dan terlibat secara ekstensif dalam kerja sama iklim Selatan-Selatan guna berkontribusi terhadap pembangunan global yang ramah lingkungan, rendah karbon, tangguh iklim, serta berkelanjutan, urai Zhao.

*1 dolar AS = 15.911 rupiah

Laporan: Redaksi