Pengacara senior, Muhammad Yuntri, SH., MH, korupsi memerlukan pendekatan integratif antara penegakan hukum dan reformasi.
Jakarta (Indonesia Window) –
Pengacara Senior, Muhammad Yuntri, SH., MH menyatakan prihatin dengan merebaknya korupsi di Indonesia, padahal tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa
(extraordinary crime) yang memberikan dampak sistemik terhadap tatanan hukum dan pembangunan ekonomi.
“Korupsi yang meluas memperburuk kepastian hukum yang pada akhirnya menciptakan distorsi ekonomi dan bahkan menghambat pertumbuhan ekonomi. Lingkaran setan ini akan terus berlanjut apabila tidak ada reformasi yang serius di kedua bidang tersebut,” katanya di Jakarta, Sabtu (6/9/2025).
Pengacara senior itu mengemukakan pernyataan tersebut pada seminar nasional bertema ‘Implikasi tindak pidana korupsi terhadap hukum dan ekonomi’ yang digelar di Tavia Heritage Hotel, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, dalam rangkaian acara HUT ke-10
media Sudut Pandang.
Kegiatan terseut mendapat dukungan dari Kantor Perdagangan dan Ekonomi Taipei (TETO) di Indonesia, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Trisakti, lembaga konservasi ‘ek-situ’ (di luar habitat alami) Aviary Park Indonesia yang juga merupakan taman konservasi burung dan kupu-kupu, serta Lezza (Unirama Group) dan Alfamart.
Selain Yuntri, pembicara lain pada seminar yang dihadiri lebih dari 80 peserta itu adalah Prof. Dr. Suhandi Cahaya (pakar hukum pidana), Jhon S.E. Panggabean, S.H., M.H. (praktisi hukum), dan Dr. Andi Muhammad Yasin (pengamat hukum dan ekonomi), dengan moderator wartawan senior Aat Surya Safaat.
Yuntri lebih lanjut mengemukakan bahwa korupsi melemahkan kepastian hukum, dan menurunkan kepercayaan masyarakat serta menciptakan distorsi ekonomi berupa pemborosan anggaran, ketidakadilan distribusi kekayaan, dan terhambatnya pertumbuhan ekonomi.
“Oleh karena itu pemberantasan korupsi memerlukan pendekatan integratif antara penegakan hukum dan reformasi,” kata managing partner for Yuntri & Partners Lawfirm yang juga Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) itu.
Ia menyatakan, korupsi merupakan salah satu masalah utama dalam tata kelola pemerintahan di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dengan sifatnya yang merusak, korupsi tidak hanya mengganggu stabilitas hukum, tetapi juga menghambat pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Mengutip data Transparency International, Yuntri mengemukakan, indeks persepsi korupsi Indonesia masih menunjukkan angka yang perlu ditingkatkan.
Ini berarti integritas hukum dan ekonomi masih terancam, dan berdasarkan kajian dan analisisnya, tindak pidana korupsi berimplikasi terhadap hukum dan ekonomi secara saling terkait, ungkapnya.
Implikasi korupsi terhadap hukum, yaitu, pertama, erosi supremasi hukum, di mana korupsi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum, terutama ketika pelakunya adalah pejabat atau aparatur negara.
Ketidaksetaraan dalam penegakan hukum, seperti vonis ringan bagi koruptor, jelas memperlebar kesenjangan rasa keadilan.
Kedua, korupsi melemahkan penegakan hukum, di mana aparat penegak hukum yang terlibat dalam tindak pidana korupsi menimbulkan
moral hazard (bahaya moral) yang berujung pada lemahnya pemberantasan tindak kejahatan tersebut.
Ketiga, korupsi melemahkan institusi hukum, sebab perilaku jahat tersebut memperparah inefisiensi birokrasi dan mendorong penggunaan hukum sebagai instrumen untuk kepentingan politik-ekonomi tertentu.
Adapun implikasi korupsi terhadap ekonomi, yaitu, pertama, adanya distorsi pasar dan investasi, sebab hal itu menciptakan biaya ekonomi tambahan
(extra cost) melalui pungutan liar, suap, atau mark-up, dan investor enggan menanamkan modal karena tingginya risiko ketidakpastian hukum.
Kedua, korupsi mengakibatkan pemborosan anggaran negara, di mana dana pembangunan bocor akibat praktik jahat tersebut, sehingga infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan tidak berjalan optimal.
Ketiga, korupsi mengakibatkan terjadinya ketimpangan sosial-ekonomi, sebab tindak pidana tersebut memperkaya kelompok elit tertentu, sementara rakyat kecil semakin termarginalkan sehingga berakibat melebarnya jurang kesenjangan sosial.
Keempat, korupsi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitan ini, penelitian empiris menunjukkan adanya korelasi negatif antara tingkat korupsi dengan pertumbuhan ekonomi.
Negara dengan tata kelola buruk cenderung mengalami stagnasi ekonomi.
Ditanya tentang bagaimana upaya penanggulangannya, Yuntri menjawab bahwa di bidang hukum perlu adanya penguatan regulasi antikorupsi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan, peningkatan independensi lembaga penegak hukum, dan penegakan prinsip
equality before the law ( kesetaraan di depan hukum).
Sementara di bidang ekonomi adalah perlunya transparansi pengelolaan anggaran berbasis kinerja, penerapan teknologi digital untuk pelayanan publik guna meminimalkan interaksi langsung, dan pengawasan keuangan negara yang lebih efektif melalui audit independen.
“Oleh karena itu strategi pemberantasan korupsi harus dilakukan secara integratif melalui penguatan hukum dan reformasi ekonomi yang transparan, akuntabel, dan partisipatif,” kata Yuntri.
Laporan: Redaksi