Pengelolaan dam perlu adanya regulasi baru dan transparansi agar jamaah dapat mengontrol proses pembelian hewan kurban untuk mencegah praktik manipulasi di lapangan.
Jakarta (Indonesia Window) – Perlu ada regulasi baru dalam pengelolaan
dam untuk mencegah praktik manipulasi di lapangan,
kata Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar pada '
9th ICONZ International Conference of Zakat' di UIN Jakarta, Rabu (10/12).
Dam adalah denda atau tebusan dalam ibadah haji dan umrah yang dibayar karena melanggar larangan atau meninggalkan kewajiban.
Dam biasanya berupa penyembelihan hewan kurban (unta, sapi, kambing) atau opsi lain seperti puasa atau sedekah, yang bertujuan menebus kesalahan agar ibadah tetap sah.
“Saya setuju sekali fatwanya Majelis Ulama Mesir bahwa dam itu bisa dilakukan di negara masing-masing. Gampang dikontrol, tidak ada penipuan, dan dagingnya pun juga dimakan oleh warga negaranya sendiri,” ujar Nasaruddin Umar.
Menag mengungkapkan sulitnya memastikan jumlah kambing yang benar-benar disembelih di Arab Saudi, seraya menyebutkan, ketidaksesuaian data dan keterbatasan akses jamaah dalam melakukan pengawasan.
“Pernah
enggak kita ke padang pasir mengecek ada
enggak kambingnya 200? Jumlah jamaah haji taruhlah dua juta. Kalau misalnya 70 persen itu jamaah haji kita mampu. Seharusnya kan 1.400.000 ekor kambing mati di penyebelihan di Mekah," ungkapnya.
Menag juga menjelaskan bahwa jamaah tak dapat mengontrol proses pembelian kambing untuk dam, sehingga membuka peluang penyimpangan.
Situasi ini, menurutnya, merugikan jamaah. “Kadang-kadang kita kumpulkan ini 100 orang, jangan-jangan hanya 10 ekoran dibeli. Kita
enggak pernah mengontrol belinya di mana. Jadi ada penipuan juga terjadi,” ucapnya.
Mekanisme penyembelihan dam di Indonesia dapat menciptakan manfaat ganda, termasuk bagi peternak local, katanya, seraya menegaskan pentingnya transparansi dalam pengelolaan.
“Peternak kambing Indonesia makmur, dagingnya dimakan di Indonesia. Tapi kalau dagingnya di Saudi Arabia, kita
enggak tahu apakah dibelikan atau
enggak. Jadi kalau kita percayakan kepada BAZNAZ, lega hati kita kan,” jelasnya.
Selain dam, Menag juga membahas besarnya nilai ekonomi kurban apabila dikelola secara profesional dan mengikuti regulasi yang ketat.
Ia menjelaskan potensi peningkatan pengawasan melalui model pemotongan terpusat.
“Nah berapa jumlah uang yang dikumpulkan itu khusus untuk kurban saja 34 triliun rupiah. Ini kalau kita kelola, kerjasama dengan pemerintah, misalnya kita menggunakan ala Amerika, tidak boleh menyembelih hewan di luar tempat-tempat pemotongan karena itu kan bisa mencemarkan lingkungan. Nah banyak regulasi yang bisa kita lakukan supaya nanti semua bentuk pemotongan-pemotongan itu dikelola oleh pemerintah daerah,” pungkasnya.
Laporan: Redaksi